BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, SELAMAT DATANG DI LIZA BLOG, BANYAK HAL MENARIK YANG BISA ANDA JUMPAI DISINI

Kamis, 30 Desember 2010

bonjol yang menggiurkan

Tuanku Imam Bonjol Sep 29, '09 1:49 PM
for everyone


< pulang kampung >
Tanjung Bungo, Jumat 6 Syawal 1430H, 25 September 2009



10.45am.

Bus Famili yang aku tumpangi baru saja bergerak meninggalkan terminal bus Aur kuning

Bukittinggi, dengan tujuan Lubuak Sikaping, ibukota kabupaten Pasaman di sumatera barat. Bonjol sendiri adalah salah satu kecamatan di kab Pasaman. Berjarak sekitar 70KM dari Bukittinggi, kurang lebih 1.5 jam perjalanan darat dengan bis, dan cukup dengan membayar ongkos bis Rp 13.000.

Jalanan melewati sisi gunung bukit barisan, hutan dan hamparan sawah.., jalan berkelok, mendaki dan menurun.., sopir bis yang selalu tancap gas.., membuat isi perut rasanya mau keluar..., sesekali terdengar penumpang yang sudah muntah. meski agak pusing tapi tak hendak aku tidur barang sedetikpun, melepaskan keindahan alam di kampungku...

beberapa penumpang didalam bus membawa serta hasil panen, beras, sayuran, cabe, bisa dibayangkan bagaimana rasanya berada dalam bus kecil yang penuh sesak, untung saja aku memilih untuk duduk di depan, disamping supir bus.

12.20am

Akhirnya sampai juga di bonjol, jalanan memasuki kota kecil ini mulai datar, karena kota ini terletak di tengah bagian bawah atau dikelilingi pegunungan bukit barisan.

untuk ke kampung Tanjung Bungo aku harus turun di simpang tiga tugu bonjol, tugu pertama di kampung Bonjol. Dari simpang itu aku naik ojek motor, menuju masjid Tuanku Imam Bonjol, surau ini dulunya menjadi sentral dakwah dan perjuangan TIB, sekitar 200 meter dari simpang tiga tugu, sekitar 10 menit naik ojek.

Alhamdulillah aku masih sempat untuk ikut sholat . Setalah itu sempat ambil photo masjid TIB, berdiri disini mencoba merasakan semangat perjuangan sang Panglima Paderi, TIB, seakan dari atas mimbar surau dengan lantang Sang Panglima membakar semangat masyarakat dan kaum paderi untuk berjuang melawan penjajahan kolonial belanda waktu itu, ”Bapantang Panglima surut walau selangkahpun....”

01.00pm < Meriam TIB di Pasar Ganggo hilir>

setelah usai sholat, aku pergi ke arah pasar Ganggo hilir, Sekitar 10 menit dari Masjid Tuanku. Di dekat pasar di sebelah sekolah ku dahulu ada sebuah meriam kuno berkaliber 10 pounder yang terbenam ke dalam tanah. Yang nampak hanya pucuknya diatas lantai sekitar 30cm dan beberapa peluru meriam.

Saat ini disekitar posisi meriam itu sudah dibangun bangunan kecil untuk melindungi meriam dan lantainya sudah di tutup dengan mar mar.

Meriam ini sudah pernah digali dengan menganggkat seluruh badan meriam, bahkan dengan menggunakan excavator, tetapi tetap saja tak bisa untuk mengangkat meriam itu keatas. Menurut abang ojek yang membawaku kesana, cerita yang berkembang dari mulut kemulut penduduk setempat, meriam ini dulunya di lempar ke bawah oleh TIB dari atas benteng bukit Tajadi, entah karena alasan apa, yang jelas Itulah kenapa sebagian besar badan meriam terbenam kedalam tanah. Beberapa kali masyarakat setempat sudah pernah menggali, tetapi meriam itu malah semakin dalam terbenam ke dalam tanah.

Meriam ini lebih besar dari meriam kolonial belanda saat itu yang hanya berkaliber 8 pounder, dan menurut sejarahnya di beli dari gubernur jendral Inggris, yang waktu itu

berpusat di singapura dan bengkulu.

Benteng-Bukit Tajadi

Benteng Paderi di bukit Tajadi adalah benteng terakhir dari perjuangan kaum paderi yang dipimpin TIB melawan koloni Belanda. Menurut ceritanya dulunya benteng ini merupakan benteng alam yang dikelilingi oleh tanaman aur duri dan parit pertahanan. Ketinggian benteng ini sekitar 400 meter dengan beberapa sisi mempunyai sudut kemiringan yang terjal bahkan sampai 180 derajat. Hanya sayang hampir keseluruhan bukit ini sudah ditumbuhi semak belukar tidak terpelihara, di beberapa tempat sudah menjadi area pemakaman penduduk. Dari kaki bukit di tengah pasar kita dapat melihat puncak bukit tajadi yang dulunya dijadikan benteng.

Benteng bukit tajadi merupakan benteng terkuat selama perjuangan melawan penjajahan kolonial belanda di tanah air saat itu, dimana hampir kurun waktu 1830-1836 belanda tidak pernah berhasil menduduki benteng tajadi, meskipun belanda memblokade bonjol dengan mengerahkan hampir 14000 tentara yang dipimpin letnan kolonel Bauer.3 desember 1936 terjadi peretempuran sengit waktu itu antara para paderi dengan tentara belanda di bukit tajadi. Pertempuran sengit itu berhasil memukul mundur tentara belanda dari benteng tajadi

2.00pm

Museum Tuanku Imam Bonjol

Dari kaki bukit tajadi menuju area Museum Tuanku Imam Bonjol, yang dibangun pada tahun 1987. Gedungnya cukup bagus. Di depannya ada patung Tuanku Imam Bonjol sedang berkuda dan menghunus pedang. Di lantai dasar ada Perpustakaan yang berisi beberapa buku lama yang tak sempat saya baca judul-judulnya, juga ada fotokopi dari literatur tentang Padri, antara lain fotokopi buku karangan Christine Dobbins edisi lama. Di lantai 2, ada benda-benda-benda bersejarah, baik senjata-senjata tajam maupun senjata api, khususnya senapan. Sayang tidak ada meriam Paderi, yang untuk saat itu berukuran cukup besar, yaitu 8 dan 12 pounder. Bandingkan dengan meriam Belanda saat itu yang hanya berukuran 3 dan 6 pounder. Juga ada replika pakaian Paderi serta pakaian penghulu. Menarik untuk melihat benda benda bersejarah mili kaum paderi kala itu. Sayangnya tidak ada suvenir yang dapat dibeli di Museum tersebut. Beberapa penjual asongan hanya menyediakan T-shirts dengan gambar tugu Khatulistiwa yang berdekatan dengan Museum Tuanku Imam Bonjol ini. Setelah cukup lama berada dalam museum, akhirnya di luar museum sempat beli t-shirt dengan gambar khatulistiwa, dengan harga Rp 30.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar